Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ini Tempat Anda Berbagi Informasi.
Anda bisa Mengambil Data yang ada selagi Mencamtumkan Tempat Pengambilan.

Selasa, 09 November 2010

Artikel Al-Itqan STAIN Bukittinggi

”PERSOALAN MAHASISWA”
TANGGUNG JAWAB KITA BERSAMA
ADLAN SANUR TH, M.Ag
(Dosen STAIN Bukittinggi)


Perguruan Tinggi mempunyai fungsi sebagai salah satu pembentukan karakter anak bangsa, ternyata memiliki peran yang cukup strategis dan sentral dalam membangun masyarakat ilmiah yang ada didalamnya. Peran yang dimainkan perguruan tinggi tentu saja berorientasi kepada komponen yang beraktivitas secara rutin maupun masyarakat yang ada disekelilingnya. Dalam hal ini apapun bentuk kegiatan-kegiatan akademik (baca tridharma pergurun tinggi) yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi semuanya bermuara kepada kebutuhan-kebutuhan serta daftar keinginan bersama (baca civitas akademika).
Oleh karena itu Perguruan Tinggi memiliki peran yang sangat multi dimensional untuk membuktikan eksistensinya sebagai perguruan tinggi. Namun tesis Deduksi di atas, secara teoritis kebenarannya tidak diragukan lagi dalam tataran konsep akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu dikaji ulang bersama atau evaluasi akan peran dan fungsi masing-masing setiap objek yang ada di dalamnya. Tulisan ringkas ini bermaksud untuk melihat sejauh mana peran yang ada dimainkan pihak kampus dalam memahami persoalan-persoalan yang muncul ditengah-tengah dinamika mahasiwa.
Pada dasarnya kampus atau Perguruan Tinggi dengan segala sumber daya yang ada di dalamnya baik pegawai dan dosen didirikan dan diadakan bertujuan salah satunya adalah untuk melayani proses belajar mengajar dan kegiatan ilmiah mahasiswa. Mahasiswa adalah subyek yang perIu dibantu, dilayani dan dibimbing agar akhirnya menjadi manusia yang kritis, kreatif, mandiri dan berakhlak mulia. Kegiatan kampus harus secara sadar dan terencana dilakukan dengan bermaksud agar sebahagian waktu yang dimiliki mahasiswa hendaknya dihabiskan dikampus secara produktif demi keberlangsungan studinya.
Dengan adanya tujuan mulia tersebut maka tentu saja dalam perjalanan proses itu maka gesekan dan perbedaan persepsi yang akan terjadi antara masing-masing pihak yang ada di dalam kampus tersebut. Ada pandangan yang keliru walaupun ada juga benarnya bahwa mahasiswa yang kritis dan sering bergabung dengan organisasi ekstra kampus dikarenakan tidak memperoleh wadah dikampus sendiri. Namun sebenanarnya lebih dari itu pihak Pimpinan (baca pihak kampus) juga perlu mengevaluasi diri sudah sejauh mana pihka kampus mampu untuk menciptakan kegiatan yang mengimbangin atau memenuhi kehausan intelektual serta dinamika mahasiswa yang ada.
Oleh sebab perlu pemahaman yang sama bahwa pergerakkan mahasiswa itu tidak melulu bernuansa politik. Demo di jalanan atau berteriak-teriak hingga suara menjadi habis. Saat ini yang dibutuhkan adalah langkah konkrit untuk memutus mata rantai kesulitan dan masalah yang muncul di tengah-tengah mahasiswa. Mahasiswa diarahkan untuk menyumbangkan ide dan metode untuk menanggulangi persoalan yang ada. Kegelisahan sebagai insan intelektual yang berkewajiban untuk menyelamatkan bangsanya harus segera ditumbuhkan. Mahasiswa harus segera dipaksa untuk terjun langsung ke masyarakat dalam rangka menuntaskan kewajiban dalam menyelamatkan bangsanya. Mahasiswa harus tersadarkan untuk bergerak merekonstruksi bangsa pasca berbagai permasalahan masyarakat seperti masalah ekonomi, dakwah serta penyakit masyarakat.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah untuk menyelenggarakan dialog yang kritis, bebas dan terbuka dengan didampingi oleh pimpinan kampus dengan isue-isue yang aktual dan kontemporer. Datangkanlah narasumber yang populer bagi mahasiswa. Mahasiswa akan merasa didengarkan dan didukung sehingga mahasiswa di satu sisi sebagai anak didik juga sebagai patner bagi pimpinan/dosen. Tanpa melihat bahwa mahasiswa itu tanggung jawab siapa dan bagian dari siapa. Dalam kehidupan kampus bisa saja, ada dosen yang dekat dengan mahasiswa lalu jangan anggapan atau pandangan dosen tersebut sudah memanfaatkan mahasiswa untuk kepentingan politiknya. Agaknya kalau ada paradigma kotor seperti ini perlu dihilangkan. Sehingga melihat siapapun apakah dia mahasiswa, dosen, pimpinan, lembaga kemahasiswaan, pembina lembaga kemahasiswaan bahkan siapaun tidak pernah melihat latar belakang seseoran, selagi ide yang dilontarkan adalah ide yang cemerlang dan jauh kedepan.
Bila pandangan yang lurus atau netral tetap dilakukan ke semua pihak maka semua akan merasa bagian dari kampus tersebut. Tidak ada yang merasa dekat dan suaranya saja yang didengarkan sementara yang disampaikan seseorang itu yang tidak dekat betul apa adanya (baca kebenaranan) lalu tidak diacuhkan. Hal ini muncul oleh karena latar belakang yang menyampaikan dan kepentingan politis semata yang dilihat duluan sehingga kebenaran yang ada akan hilang sama sekali (baca pilih kasih). Begiti juga dalam memposisikan mahasiswa.
Tentunya kacamata dalam melihat persoalan mahasiswa mesti dipahami dalam koridor yang jernih. Sejauh mana ide-ide yang membangun yang datang dari mahasiswa kemudian dijadikan pijakan. Pernahkah mahasiswa diajak diskusi atau urung rembuk dalam menjawab persoalan atau sekedar berbincang-bincang duduk semeja untuk berbicara demi kemajuan kampus ini. Bahkan pernahkah kita bertanya kepada diri kita sendiri sudah sejauhmana pelayanan yang dilakukan atau diberikan untuk mengapresiasi kegiatan mahasiswa. Fasilitas yang mereka dapatkan apakah sebanding dengan nilai yang mereka keluarkan. Kalau tidak inilah titik persoalannya. Transparansi atau akuntabilitas sering sekali kita katakan namun ketika diminta untuk dilakukan sulit sekali untuk diwujudkan. Berikanlah kegiatan mahasiswa yang akan membuatnya merasa kampus ini menjadi milik bersama (bahagian dari dirinya) dan persoalan mahasiswa adalah tanggung jawab kita bersama. Wallau a’lam.
Tulisan Sudah Pernah di Muat di Majalah al-Itqan Kampus STAIN Bukittinggi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar