Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ini Tempat Anda Berbagi Informasi.
Anda bisa Mengambil Data yang ada selagi Mencamtumkan Tempat Pengambilan.

Senin, 08 November 2010

Makalah HAM dan Islam

PARADIGMA HAK ASASI MANUSIA
SEBAGAI PEREKAT HUBUNGAN
MASYARAKAT SERUMPUN INDONESIA - MALAYSIA
Oleh: ADLAN SANUR TARIHORAN, M.Ag


1. Pendahuluan
Diskursus tentang HAM bukanlah sesuatu yang baru untuk didiskusikan terlebih lagi di kalangan para akademisi Muslim. Tetapi dalam konteks aplikasi yang selalu saja memunculkan persoalan HAM tetap saja menggigit untuk dibicarakan. Di mana persoalan HAM selalu saja menjadi topic hangat setiap saat ketika terjadinya pelanggaran HAM di tengah-tengah masyarakat. Apalagi melibatkan dua neagara yang mungkin saja berbeda sudut pandang dalam memahami HAM tersebut (baca Indonesia-Malaysia).
Bahkan akhir-akhir ini semakin menarik bila dihubungkan dengan munculnya polemik Indonesia-Malaysia pada berbagai hal termasuk persoalan HAM. Walaupun tetap saja Indonesia-Malaysia punya ikatan emosional yang disebut sebagai Negara serumpun dan bertetangga. Berita terakhir yang mengejutkan sekaligus sangat memilukan adalah tentang penyiksaan dan pemerkosaan seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Malaysia asal Lampung kelahiran Pacitan, Jawa Timur, yang bernama Wifainda, umur 26 tahun Walaupun sebenanrnya sudah banyak persoalan-persoalan yang sama telah diberitakan di media massa baik cetak maupun elektronik.
Sebagaimana diberitakan selama empat bulan Wifaida bekerja di sebuah keluarga di Negara Bagian Penang, Malysia, tanpa dibayar upahnya, bahkan mendapat siksaan yang berat di sekujur tubuhnya, kepala, badan, tangan dan kakinya baik dengan pukulan dengan ikat pinggang maupun dengan disetrika sebagaimana yang telah dilakukan oleh majikan Malaysia sebelumnya terhadap TKW Indonesia. Sepertinya mereka meniru temannya yang terdahulu. Bukan siksaan saja yang dilakukan tapi juga perkosaan berkali-kali selama empat bulan bekerja di sana sehingga kemalunnya luka-luka.
Setelah puas menyiksa dan memperkosa TKW itu, sang majikan membuang begitu saja TKW malang itu di sebuah jalan beberapa puluh kilometer dari aparteman tempat tinggalnya. Dia hanya mendapat “bekal” RM 30 atau Rp.75.000 sekedar untuk ongkos, padahal sudah bekerja selama empat bulan. Di Indonesia sendiri banyak sekali kasus-kasus tentang pelanggaran HAM juga terjadi seperti kasus Tarakan pada akhir-akhir. Sebahagian kasus yang ada sudah mulai terungkap dan sebahagian lagi bagai hilang di telan bumi.
Inilah yang menarik bagi penulis, dimana sebagai dua Negara yaitu Indonesia dan Malaysia sebagai yang mayoritas Islam mestinya paham sekali tentang HAM. Walaupun istilah Hak Asasi Manusia, secara konseptual susah sekali ditemukan definisi yang representatif, hal ini dikarenakan cakupan Hak Asasi Manusia yang sangat luas, dalam pengertian tidak terbatas dalam satu bidang saja, melainkan meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan manusia.
Defenisi yang diberikan tentu sesuai dengan sudut pandang dan tema atau persoalan yang diangkat. Seperti dalam persoalan demokrasi, dikenal adanya kebebasan dalam menyampaikan pendapat, di lingkungan pendidikan munculnya persamaan hak untuk mendapat pengajaran yang layak, dalam kehidupan perpolitikan dijumpai kebebasan menentukan pilihan keorganisasian pada satu partai.
Akan tetapi setidaknya Hak Asasi Manusia itu dapat dipahami bahwa dimana setiap individu memiliki hak dasar atau pokok yang harus dilindungi dan dijaga, tidak hanya oleh antar individu melainkan juga oleh setiap elemen masyarakat. Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi adalah hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Namun yang jelas istilah ini menjadi populer sejak didengungkannya The Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Oleh karenanya bahwa setiap orang punya hak untuk hidup hak, hak untuk mendapat perlindungan serta hak untuk mendapat pekerjaan yang layak. Apabila setiap masyarakat atau individu punya pemahaman yang sama tentang HAM maka setiap masyarakat mesti menghargai setiap individu manusia.
Sebagai negara mayoritas muslim, Indonesia dan Malaysia tidak luput dari sasaran tuduhan banyak melakukan pelanggaran HAM padahal seringkali dianggap dalam praktik kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di kedua Negara ini telah bernuansa Islami. Akan tetapi tetap saja pelanggaran HAM tidak terjadi namun sebagai pencerahan perlu pengingatan dan penguatan tentang makna HAM tersebut maka makalah dan topic ini menjadi hidup untuk diangkat. Kalau tidak seolah-olah akan ada pembiaran tentang pelanggaran HAM yang dilakukan di kedua Negara serumpun ini. Hal inilah yang memotivasi penulis untuk kembali mengulang-ulang tentang HAM dalam Islam sehingga umat Islam sendiri tersadar dari siumannya tentang adanya hak manusia lain.
2. Pembahasan
a. Pemahaman Tentang Paradigma
Istilah paradigma banyak sekali dikemukakan oleh para tokoh. Berbagai sudut pandang dan defenisi yang dikemukan Setidaknya dari berbagai konsep yang diberikan seperti Ritzer yang membuat pengertian tentang paradigma yaitu pandangan yang membedakan dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Paradigma juga bisa bermakna seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam memberikan pandangannya.
Selain itu paradigma juga bisa dimaknai sebagai himpunan pendapat atau kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangnya. Konsekuensi paradigma ini akan membentuk citra subyektif seseorang –mengenai realita- dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Paradigma dimungkinkan juga terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandang tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari atau diteliti. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas tadi setidaknya paradigma yang penulis maksud bila dikaitkan dengan hak asasi manusia adalah pandangan penulis tentang HAM yang terdapat dalam Islam yang akan mampu bisa memberikan pemahaman yang sama dari masyarakat Indonesia dan Malaysia sehingga diharapkan akan memunculkan pemahaman yang sama tentang hak asasi itu sendiri.
b. HAM dalam Lintasan Sejarah Dunia
Para penulis Eropa menganggap bahwa konsep Hak-hak Asasi Manusia pertama kali ditemukan oleh seorang filsuf Yunani yang bernama Zeno. Lalu melalui filsafat stoicism-nya konsep ini masuk kedalam peradaban Romawi. Pada perkembangan selanjutnya, konsep ini juga mempengaruhi berbagai konstitusi yang ada di dunia ini dan titik kulminasinya dengan lahirnya Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia oleh PBB. Padahal pada awalnya deklarasi tersebut sebenarnya tidak lebih sekedar sebuah perjanjian antara raja dengan para baron (penguasa) Inggris sebagai usaha perlindungan hak-hak istimewa mereka.
Terjadinya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia menurut penulis merupakan suatu peristiwa penting dan mempunyai nilai historis yang besar. Peristiwa ini merupakan yang pertama dalam sejarah umat manusia dimana sebagian besar bangsa dari pelbagai penjuru dunia membuat sebuah deklarasi tentang Hak Asasi Manusia dan kebebasan fundamental manusia walaupun tidak mengikat dalam suatu wujud hukum internasional, namun hal ini pertanda langkah maju dalam gerakan perjuangan umat manusia.
Dari sudut pandang historis, ditemukan bahwa konsep Hak Asasi Manusia sebenarnya berasal dari konsep kuno Yunani-Rumawi yang selalu mengaitkan sikap manusia serta mengukur baik buruknya berdasarkan keserasian dengan hukum alam. Konsep ini dikenal dengan Natural Law Doctrine, akan tetapi sejak terjadinya pencerahan (renaisance) di Eropa, penekanan terhadap kewajiban-kewajiban manusia dalam konteks hukum alam beralih kepada hak manusia. Berarti dalam hal ini adanya pergeseran wacana pemikiran tentang hak manusia.
Dari lintasan sejarah itu akhirnya pada tanggal 10 Desember 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan satu Kesepakatan Internasional yang dinamakan dengan The Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), yang menunjukkan bahwa secara global keperluan akan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia mulai mendapat perhatian yang positif. Terlepas dari proses perjalanan penegakan Hak Asasi Manusia dalam konteks pemikiran Barat yang dimotori oleh Amerika agaknya hal ini masih perlu diadakan pengkajian mendalam dalam prosesnya.
Di sisi lain pada umumnya para penulis tentang Hak Asasi Manusia menunjuk ke Revolusi Perancis (1789 M) sebagai awal dikumandangkannya ide tentang Hak Asasi Manusia walaupun ada yang mengatakan lebih jauh lagi kemasa lalu. Piagam tentang HAM diterima oleh bangsa-bangsa pada tahun 1945 dan disahkan oleh PBB kemudian secara berdiri sendiri dikumandangkan secara universal pada 1 Desember 1948 dengan nama “Declaration of Human Rights”.
c. HAM dalam Sejarah Islam
Dalam ajaran Islam, konsep dasar Hak Asasi Manusia sebenarnya telah ada seiring dengan diutusya Rasul sebagai pembawa Risalah Kenabian . Hal ini dikarenakan dalam ajaran Islam, penekanan ajarannya tidak hanya mengatur hubungan vertikal dengan Tuhan, melainkan juga meliputi garis horizontal yang menata kehidupan kemasyarakatan. Artinya ide-ide tentang perlunya sikap toleransi yang menjadi batasan dalam membicarakan Hak Asasi Manusia telah diatur dan ditata oleh Islam.
Berbagai upaya dari sebahagian ahli , sarjana, pemuka agama atau intelektual Muslim dimulai sejak pertemuan Abu Dhabi pada tahun 1977 yang menghasilkan apa yang disebut sebagai “Islamic Universal Declarationof Human Rights”. Suatu rumusan ajaran Islam yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang bisa dijadikan sebagai referensi bagi negara-negara lain dalam merelisasikan perlindungan Hak Asasi Manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Namun rumusan dalam suatu bentuk yang partikularistik seperti “Hak Asasi Manusia Islam” tidak berakhir dengan suatu prinsip-prinsip seperti yang termuat dalam memorandum Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Umat Islam juga tetap mengadakan kajian-kajian tentang Hak Asasi Manusia seperti Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah diterbitkan oleh Dewan Islam pada konferensi Islam di Mekah tahun 1981 deklarasi ini berisi 23 pasal dan menampung dua kekuatan dasar yaitu keimanan kepada Tuhan dan pembentukan tatanan Islam. Hal ini menandai permulaan abad ke-15 era Islam. Deklarasi ini berdasarkan atas kitab suci al-Qur’an dan as-Sunnah serta telah dicanangkan oleh para sarjana muslim, ahli hukum, dan para perwakilan pergerakan Islam di seluruh dunia Islam.
Salah satu kelebihan dari deklarasi ini adalah bahwa teks dari deklarasi itu membuat acuan-acuan yang gamblang dan unik dari totalitas peraturan-pertauran yang berasal dari al-Qur’an, sunnah Rasulullah SAW dan hukum-hukum lainnya yang ditarik dari kedua sumber tersebut dengan metode-metode yang sah menurut hukum Islam.
Sedangkan dalam pendahuluan deklarasi ini dikemukakan bahwa Hak Asasi Manusia dalam Islam bersumber dari suatu kepercayaan kepada Allah SWT dan hanya Allah SWT pemberi hukum serta sumber dari segala hak-hak asasi manusia. Karena bersumber dari Tuhan maka tidak seorang penguasapun, pemerintah, majelis atau ahli yang bisa membatasi atau melanggar dengan cara apapun Hak Asasi Manusia yang telah dianugerahkan Tuhan. Demikian pula hak-hak tersebut tidak boleh dilepaskan dari manusia.
Memang pasca jatuhnya rezim-rezim komunis di berbagai negara Eropa timur, perhatian Barat terhadap masyarakat Islam semakin meningkat, khususnya yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Bahkan belakangan kemudian cukup banyak liputan terhadap isu Hak Asasi Manusia di negara Islam dan Muslim karena bagaimanapun Dunia Barat merasa berkepentingan pada dunia Islam.
Dunia Barat membicarakan isu ini dengan penekanan khusus pada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di negara-negara Islam. Tak jarang ditemui isu Hak Asasi Manusia dijadikan dalih dan tameng untuk kepentingan politik semata. Oleh karenanya butuh perhatian tentang Hak Asasi Manusia yang ada di negara Islam dan Muslim tersebut. Kendatipun slogan Hak Asasi Manusia diteriakkan tetapi hanya berupa slogan karena yang menentukan tidak lain adalah mereka yang kuat dan berwibawa.
Skenario seperti itu menyebabkan Hak Asasi Manusia yang ada dalam Islam – termasuk aplikasi praktisnya - dilupakan secara total seperti Indonesia dan Malaysia meskipun Islam telah mendominasi benua Asia, Afrika dan sebahagian Eropa selama beratus-ratus tahun lamanya. Pada sisi lain fakta membuktikan bahwa risalah Islam telah memasukkan Hak Asasi Manusia dalam ajaran-ajaran dasarnya. Dengan demikian Islam mampu menyodorkan langkah-langkah implementatif aktual HAM dan usaha-usaha preventif terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan negara-negara tertentu. Setelah masuknya tema-tema kontemporer ke dalam negara Islam pasca penetrasi maka sebenarnya ajaran Islam mampu menjawab isu-isu HAM tersebut pada masa kini.
Dewasa ini isu tentang Hak Asasi Manusia terus mengglobal dan diangkat oleh berbagai Eropa (Barat) dengan standar yang seringkali kontradiktif dengan negara-negara Timur seperti Indonesia dan Malaysia. Tidak saja itu, isu Hak Asasi Manusia sering digunakan secara tidak proporsional, terlalu dipolitisir dan cenderung terlalu mudah memvonis bahwa negara-negara berkembang/Timur tertentu telah melanggar HAM. Tampaknya negeri-negeri Muslim yang sebahagian besar masih tergolong sebagai negara berkembang, acapkali dijadikan sasaran tuduhan melakukan pelanggaran HAM.
d. Konsep Islam Tentang Hak Asasi Manusia
Islam merupakan agama universal yang telah menuntun setiap individu manusia tanpa memandang bulu. Sebagai agama kemanusian Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan oeh al-Qur’an sebagai makhluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam Islam tak lain merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
Abu A’la al-Maududi mengatakan bahwa HAM adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak bisa dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal, abadi dan tidak boleh diubah atau dimodifikasi. Menurut kalangan umat Islam terdapat dua konsep tentang hak dalam Islam: hak manusia (haq al-Insan) dan hak Allah. Satu dan lainnya saling terkait dan saling melandasi.
Oleh karenanya menurut penulis bahwa Hak Asasi Manusia bisa didefenisikan sebagai suatu pemilikan yang sah, asasi dan amat berharga yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir di dunia tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa maupun agama. Karena hak ini bersifat asasi maka siapapun yang mencoba merampasnya akan terkena sanksi moral sebagai tindakan kemanusiaan.Sebuah konsep tentang hak sesungguhnya juga mengasumsikan adanya konsep kewajiban. Karena setiap orang memiliki hak yang sah dan asasi, maka klaim dan pengakuan akan adanya hak ini meniscayakan bahwa orang lain wajib mengakui adanya hak orang lain.
Beberapa Hak Asasi Manusia yang dikemukakan dalam al-Qur’an adalah hak menikmati kehidupan, kebebasan beragama dan tidak beragama, persamaan hak antara lelaki dan perempuan, hak menikmati anugerah alam. Berbagai Hak Asasi Manusia sebenarnya telah disebutkan secara implisit dalam al-Qur’an di samping juga dalam setiap nurani dan akal sehat manusia. Sayangnya citra ideal al-Qur’an tentang Hak Asasi Manusia belum tercermin secara memadai dalam reralitas kehidupan umat Islam.
Menurut tingkatannya terdapat tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak darury (hak dasar) dianggap dasar apabila hak tersebut dilanggar bukan hanya membuat manusia sengsara tetapi hilang juga eksistensinya. Kedua, hak sekunder (hajy), yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi maka akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder.
Sebenarnya masih banyak masalah mendasar yang butuh penjelasan di dalam agama Islam yang membutuhkan pemahaman tentang kejelasan tentang sifat-sifat hak manusia ini, apakah merupakan anugerah Tuhan ataukah hak yang diperoleh dari negara, ataukah suatu hak yang sudah melekat pada diri tiap-tiap manusia sejak ia dilahirkan kedunia ini. Tetapi hal masih terus menjadi bahan perdebatan yang cukup alot yang tak akan berujung.
Sebagaimana telah dijelaskan tadi bahwa semua umat Islam memahami bahwa Islam yang merupakan agama universal yang ajaran-ajarannya mencakup segala aspek kehidupan manusia.Walaupun tidak disinggung secara rinci namun Islam telah memberikan wacana kepada umatnya untuk menganalisa dan memikirkan segala sesuatu yang berkenaan dengan segala aspek kehidupannya.
Oleh sebab itu banyak sarjana Muslim yang menaruh perhatian pada problem Hak Asasi Manusia. Islam sendiri sebagai sistem ajaran kemanusiaan banyak mengajarkan prinsip-prinsip dasar Hak Asasi Manusia. Secara kultural kemunculan Islam di tanah Arab mulanya mendapat perlawanan atau penentangan dari masyarakatnya. Hal ini dikarenakan tradisi masyarakatnya ketika itu sangat tidak menghargai Hak Asasi Manusia.
Tradisi masyarakat yang sedemikian bobrok, perlahan diarahkan kepada nilai-nilai kemuliaan. Dengan mengedepankan persamaan hak, persamaan derajat diantara masyarakatnya. Apalagi dengan telah diutusnya Nabi Muhammad sebagai pengemban wahyu untuk menjadi rahmat lil alamin juga memberikan kontribusi tentang Hak Asasi Manusia.
Seperti halnya piagam Madinah, juga mengatur tentang Hak Asasi Manusia dimana dalam piagam Madinah dijelaskan bahwa umat Islam diikat dengan tali ikatan agama, bukan berdasarkan suku, asal-usul, ras dan kedudukan sosial (pasal 1). Kaum Yahudi adalah salah satu umat yang paralel, berdampingan dengan kaum mukmin dan bebas menjalankan agama mereka, seperti halnya kaum muslim (pasal 25). Orang Yahudi juga berhak mendapat pertolongan dan santunan, sepanjang hak-hak kaum muslim tidak terganggu (pasal 16). Sesama muslim tidak boleh saling membunuh (pasal 14). Tidak ada perbedaan di antara suku-suku yang ada mereka sederajat (pasal 26-35).
Dalam ajaran Islam, bahwa setiap individu tidak tidak berada di atas masyarakat, tetapi masyarakat juga tidak berada di atas individu. Keduanya berjalang seiring. Kepentingan individu tidak boleh diabaikan tetapi kepentingan masyarakat juga tidak boleh diabaikan oleh kepentingan individu. Dengan demikian kebebasan dalam Islam mempunyai batas-batasnya. Kebebasan mengeluarkan pendapat tidak tidak boleh melanggar kepentingan umum. Kebebasan mengumpulkan harta juga tidak boleh merugikan masyarakat dan banyak contoh lainnya.
Dalam perspektif Islam, syari’at memberikan garis pemisah yang jelas antara hak Allah dan hak manusia. Hak Allah merupakan suatu kewajiban yang telah dicanangkan kepada setiap manusia untuk dilaksanakan. Namun terkadang hak manusia dalam konteks pelaksanaan ketentuan Allah juga dapat dianggap Adapun pendapat yang ketiga merupakan posisi yang bersikap moderat yang mencoba mengambil sikap-sikap hati menerimanya dengan beberapa perubahan dan modifikasi sebagai hak Tuhan. Selanjutnya hak-hak manusia, bahkan wujud manusia sekalipun adalah anugerah Tuhan dan kepada-Nya kelak kembali. Berdasarkan ini, Hak Asasi Manusia dalam Islam bersifat Theosentris, yaitu bertujuan untuk dan bersumber dari Tuhan. Sebaliknya apa yang diungkapkan dalam deklarasi universal Hak Asasi Manusia lebih bersifat antropesentris, yakni terfokus pada alam atau manusia itu sendiri.
Para ahli telah memberikan pandangan tentang keberadaan hak-hak asasi manusia saat ini dengan tiga kategori. Pertama, mereka yang menyatakan bahwa seluruh hak-hak asasi manusia telah ada dalam al-Qur’an dan masyarakat pada zaman Rasulullah SAW. Kelompok ini menilai bahwa beberapa pasal dari undang-undang Internasional tidak sejalan dengan syari’at, khususnya yang berhubungan dengan status pribadi dan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Seiring dengan itu salah seorang pemimpin kelompok Syi’ah di Gunabad , Iran membuat tiga kategori dalam menganalisis keberadaan Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia bila dikaitkan dengan ajaran Islam, (1) Ada pasal-pasal yang bila dibandingkan dengan prinsip-prinsip Islam, ternyata prinsip Islam lebih baik daripada pasal yang dijelaskan dalam Deklarasi Hak-hak Asasi manusia. Ia menyatakan, Islam adalah di atas dan tidak ada yang mengatasinya. (2) ada ketentuan-ketentuan yang bisa diterima oleh semua orang, atau setidak-tidaknya tidak ditolak, (3) Ada ketentuan-ketentuan yang tidak dapat diterima orang-orang Islam.
Kedua, mereka yang berkeinginan untuk mengadakan reformasi dan transformasi melalui peraturan Islam yang diperbarui secara menyeluruh yang telah dirancang secara baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ssosial masyarakat. Ketiga, kelompok yang tampil sebagai kelompok moderat, yang berupaya menampilkan sebuah solusi baru tentang hak-hak asasi manusia yang bahan-bahannya diambil dari jaran Islam dan kebutuhan di zaman modern.
Akan tetapi ada ide yang menarik dari Mohammad Sobari, yang menyatakan bahwa dukungan agama terhadap Hak Asasi Manusia terhalang jurang lebar yang menganga antara gagasan ideal dan realitas. Makanya dalam mengatasi hal ini dimensi teosentrisme dan antroposentrisme agama harus selalu tampil bersama dan utuh, bahkan ditandaskannya juga agar agama, Tuhan sekaligus, dikembalikan kepada publik, pemiliknya yang paling sah sejak mula.
Adapun Hak Asasi Manusia dalam perspektif yang lain, menempatkan manusia dalam satu setting dimana hubungannya dengan Tuhan sama sekali tidak disinggung. Hak Asasi Manusia dinilai sebagai perolehan alamiah yang dimulai dari kelahiran. perbedaan persepsi tentang manusia, hak-hak menjadi salah satu sebab utama yang memicu konflik antara dunia Barat sekular dan Islam.
e. Komperatif : Hak Asasi Manusia Antara Barat dan Islam
Apabila dikomprasi antara kontribusi Islam dan deklarasi yang dicetuskan oleh negara-negara Barat tentang human rights sebenarnya terdapat perbedaan, yang lebih penting daripada perbedaan aspek waktu dan sejarah yang menjadikan kontribusi Islam mendahului deklarasi ini dibidang hak-hak asasi manusia selama empat belas abad. Dimana Islam mempunyai keunggulan dan kelebihan dari HAM yang dicetuskan oleh bangsa barat atau Eropah. Namun tentunya yang lebih penting adalah dalam pelaksanaan dari HAM itu.
Pemikiran peradaban barat yang mengenal Hak Asasi Manusia pada intinya juga telah dikenal dan dipraktekkan yang tidak hanya sekedar sebagai hak-hak asasi manusia melainkan juga adanya suatu kewajiban ilahiah yang tidak seorangpun bagi manusia dibenarkan untuk mencoba mengabaikan dan meremehkannya. Hal ini merupakan suatu visi Islam yang menambah kualitas serta memberi nilai tambah pemikiran dan satu kekayaan terhadap masalah Hak Asasi Manusia yang ada.
Syari’at telah menghimpun kenyataan ketika menjadikan asas memelihara jiwa, agama, akal, kehormatan dan harta dalam rumusan menjamin hak-hak manusia secara paripurna. Menurut peradaban Barat merupakan kewajiban kelompok dan kewajiban sosial, sementara dalam pandangan Islam ini merupakan kewajiban individu yang apabila tidak dilakukan maka yang bersangkutan berdosa. Asas memelihara hidup menurut pandangan pemikiran Barat adalah satu hak di antara hak-hak asasi, akan tetapi pemilik hak ini mempunyai kebebasan tidak menggunakan hak ini atas kemauannya. Sedangkan menurut pandangan Islam memelihara hidup merupakan kewajiban ilahiah dan syari’ah yang tidak boleh dilepas. Asas mencari pengetahuan dalam pemikiran peradaban Islam bukanlah sekedar hak di antara Hak Asasi Manusia tetapi sebagai pandangan dan pengamatan serta kewajiban ilahiah yang tidak ditinggalkan dalam kondisi apapun dan banyak hak-hak lainnya yang berbeda antara peradaban Islam dan Barat.
Makanya tidak dapat disangkal lagi bahwa konsep tentang Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam Deklarasi Universal adalah produk sebuah masa yang tidak terlepas dari adanya pengaruh latarbelakang historis, ideologis dan intelektual yang berkembang pasca perang dunia kedua. Oleh sebab itu adanya konsep di Barat tidaklah berpijak pada prinsip agama melainkan hasil ramuan budaya pasca masa pencerahan sekular Barat.
Berdasarkan adanya persepsi itu maka akan ditemukan pendapat-pendapat yang berspektrum luas dari kelompok agama, termasuk umat Islam terhadap konsep Hak Asasi Manusia sebagaimana yang tersurat dalam Deklarasi Universal tersebut. Sebahagian ada yang menerima tanpa reserve dengan suatu alasan bahwa konsep Hak Asasi Manusia yang telah mereka miliki sejalan dengan ajaran agama. Sebaliknya sebahagian lagi menilai bahwa prinsip dasar Deklarasi tersebut bersumber dari budaya Barat sekular yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama.
Disamping itu pihak agama menilai bahwa deklarasi universal lebih menekankan hak daripada kewajiban. Padahal hubungan keduanya sangatlah erat. Seperti kebebasan mimbar adalah hak fundamental setiap manusia, tetapi didalamnya juga mempunyai tanggung jawab moral untuk menuturkan sesuatu secara benar.
Selanjutnya Islam menempatkan hak-hak manusia sebagai konsekwensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah, hal ini memang berbeda dengan konsep Hak Asasi Manusia yang digemakan oleh pandangan Barat sekular. Dimana Hak Asasi Manusia dalam konsep ini berarti ekspresi kebebasan manusia yang lepas dari ketentuan Tuhan, agama, moral atau kewajiban metafisika. Sedangkan dalam Islam ekspresi kebebasan manusia harus ditempatkan dalam kerangka keadilan, kasih sayang, dan persamaan kedudukan dimata Tuhan. Amat banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang pemenuhan hak keadilan dan tanggung jawab serta ayat yang mengemukakan semangat keadilan.
Kemudian apa yang dinamai Hak Asasi Manusia dalam al-Qur’an dapat dinilai melebihi hak-hak yang terkandung dalam deklarasi tersebut. Sekedar contoh Pasal 3 Deklarasi Universal HAM yang menyatakan bahwa”setiap orang mempunyai hak untuk hidup penuh kebebasan dan keamanan pribadi”, kemudian bandingkan dengan tuntunan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam pasal itu tidak dijelaskan apakah sesorang berhak pula untuk mencabut hidupnya secara pribadi. Maka jika ini diiyakan akan bertentangan dengan tuntunan al-Qur’an.
Bila diadakan kajian yang mendalam lagi tentang dua dokumen yang dirumuskan oleh umat Islam dan PBB maka akan menghantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa pada intinya tidak ada perbedaan yang substansial antara dokumen yang dihasilkan OKI dengan yang dibakukan oleh PBB. Hanya terdapat perbedaan kecil yaitu masalah perkawinan antara seorang pria dan wanita dengan dua agama yang berbeda dan keputusan untuk keluar dari Islam yang dilarang oleh OKI dan hak untuk mengganti agama itu merupakan 3 hak asasi yang benar-benar dijamin sebagai hak oleh setiap orang oleh Universal Declaration of Human Rights.
Tetapi beranjak dari pemikiran tersebut janganlah disimpulkan bahwa ajaran Islam lebih rendah dari apa yang dibuat oleh PBB. Hal ini tidak mungkin karena Islam adalah agama,sedangkan Universal Declaration of Human Rights adalah hak-hak yang inheren dalam diri manusia yang juga merupakan pemberian Tuhan yang dirumuskan oleh manusia. Tetapi terlepas dari perbedaan di atas haruslah dicatat bahwa Islam telah menyumbang pada konsep-konsep Hak Asasi Manusia dan telah memberi legitimasi agama. Hal ini dapat dikembangkan dan digunakan sebagai bahan untuk mengadakan suatu dialog dengan para intelektual dan sarjana Barat dalam rangka mencapai pengertian yang lebih dalam.
Ketika akan dibicarakan tentang Hak Asasi Manusia pada tataran praksis maka beberapa negara sebagai pencetus tentang Hak Asasi Manusia seperti Amerika Serikat, Inggris dan Prancis justru juga banyak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang menerapkan standar ganda juga melakukan pelanggara Hak Asasi Manusia di negara-negara dunia ketiga termasuk di negara-negara Islam, baik dilakukan oleh negara maupun masyarakat pada wilayah negaranya sendiri dengan adanya praktik-praktik kehidupan yang rasialis, ketidak adilan dan lain-lain.
Bahkan dalam kaitan ini kita melihat suatu jurang yang lebar antara ajaran Islam yang mempunyai prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang luas berhadapan dengan realitas berupa kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal ini tampaknya butuh suatu tuntutan konsistensi dari negara-negara, para penguasa dan masyarakat Islam untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing. Namun yang jelas bahwa nilai-nilai dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah dicetuskan dalam Sidang Umum PBB pada tahun 1948 terkandung di dalamnya nilai-nilai Islami. Tetapi hal ini bukanlah suatu aturan baku yang mesti dilaksanakan karena kondisi wilayah pada suatu kedaerahan tertentu juga sangat mempengaruhi pelaksanaan dari Hak Asasi Manusia tersebut.
Mengenai tokoh-tokoh Hak Asasi Manusia itu sendiri banyak yang ditokohkan apakah dalam agama Islam ataupun pada dunia Barat dan pada dunia Barat cendrung mereka meraih hadiah Nobel Perdamaian, walaupun pada dasarnya tidak acuan yang bisa dijadikan dasar untuk mendapatkan nobel tersebut. Seperti halnya Gus Dur pernah mendapat peluang untuk meraih nobel Perdamaian bahkan pers Barat bertubi-tubi menyebut Gus Dur sebagai pemimpin Muslim yang toleran dan inklusif serta seorang pejuang Hak Asasi Manusia.
Tampaknya bagi Barat ada rumus yang mereka pegangi siapa yang mendukung sekulerisme, tidak mencampurkan agama dengan politik (menolak negara Islam), melawan Islam garis keras (fundamentalis), bersahabat dengan Zionis Israel, ia akan dijadikan kawan dan dibantu oleh Barat, hadiah Nobel Perdamaian pun bukan hal yang sulit. Yitzak Rabin penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1993 adalah orang yang dikenal sangat kejam, penjahat dan pelanggar Hak Asasi Manusia pada negara lain.
Adapun tipe-tipe pelanggaran HAM dapat dimasukkan ke dalam tiga buah kategori : 1. Legal 2. Legal secara langsung dan 3. Praktikal. Kategori pertama berupa non-rekognisi formal atau pencabutan dan penghapusan bagian-bagian HAM secara keseluruhan. Kategori kedua berisikan legislasi yang kebanyakan berkenaan dengan implementasi hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan atau hak-hak beberapa kelompok/kelas-kelas rakyat berkonflikdengan implementasi HAM.
d. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Di Indonesia, perjuangan menegakkan Hak Asasi Manusia sesuai dengan tuntutan falsafah Pancasila. Semua sila dalam falsafah itu melahirkan kewajiban untuk menegakkan Hak Asasi Manusia, khususnya sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam UUD 1945 juga dijelaskan beberapa prinsip dasar tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya alinea pertama dinyatakan bahwa “kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu segala bentuk penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”. Hak-hak tiap warga negara sama di depan hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal. 27: 1-2). Hak kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulisan (Pasal. 28), kebebasan dalam beragama (Pasal. 29: 2), hak mendapat pendidikan (Pasal. 31:1) dan hak untuk mendapatkan layanan dan perlindungan kesejahteraan sosial (Pasal. 34).
Dengan demikian negara kita telah menyediakan secara khusus pasal-pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia, yang menurut orang-orang yang paham dengan fiqh hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 juga dijamin dan dilindungi dalam Islam yang mana mayoritas warga negara kita kebanyakan memeluk agama Islam. Jadi secara teoritis Hak Asasi Manusia di Indonesia tak ada masalah apa pun karena negara dan agama saling memperkuat dalam usaha memberikan jaminan dan perlindungan,
Walaupun dalam kenyataannya kesadaran rakyat Indonesia akan pentingnya penegakan nilai Hak Asasi Manusia masih merupakan masalah, hal ini terbukti dari banyaknya kejadian-kejadian yang kita dengar hari ini tiada hari tanpa terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Padahal negara kita saat ini sedang merancang dan menata menjadi masyarakat yang madani (civil society), yang menurut Azyumardi Azra bahwa adanya kesesuaian ajaran-ajaran Islam dengan masyarakat madani, hal ini terbukti bahwa kepemimpinan Rasul di Madinah piagam madinahnya yang di dalam piagam madinah itu sendiri terdapat konsep tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam.
Di Indonesia sendiri dengan adanya Komnas HAM diharapkan banyak untuk bisa memberikan perlindungan akan hak-hak warganegara Indonesia. Komnas HAM ini sendiri setidaknya akan mampu untuk meminimalisir peristiwa-peristiwa pelanggaran hak asasi setiap individu yang hidup di negeri ini.
e. Penegakan HAM di Malaysia
Penegakan HAM di negeri Malaysia mungkin sudah berjalan dengan maksimal. Penulis sendiri tidak mendapatkan bahan yang banyak tentang pola pelaksanaan dan penegakan HAM di negeri jiran ini. Sama dengan Indonesia di Negara ini sendiri juga terjadi pelanggaran HAM. Dari berbagai sumber melalui dunia maya penulis mendapatkan kejadian dan peristiwa yang dilakukan oleh warga Malaysia terhadap masyarakat Indonesia yang mencari pekerjaan di Malaysia (baca TKI) dan penduduk Indonesia yang berada di Malaysia.
Walaupun di ketahui bahwa penduduk Malaysia memang terdiri dari berbagai etnis. Namun tetap saja mereka merupakan penduduk Malaysia yang juga merupakan beragama Islam. Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti melihat adanya masalah fundamental dalam hukum dan tatanan politik Malaysia. Lemahnya pengalaman dan pelaksanaan demokrasi di negara itu akan berdampak pada lemahnya penghargaan terhadap HAM.
Hal tersebut disampaikan menyusul adanya kasus penyiksaan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh warga Malaysia terhadap TKW Indonesia, Winfaidah (26).
Menurutnya, Malaysia masih saja mengkotak-kotakkan warga negaranya sendiri dalam prioritas-prioritas pelayanan dan jabatan. Tentu bila warganya sendiri diberlakukan dengan tidak didasarkan pada komitmen penegakan HAM, maka cara pandang mereka kepada TKI jelas akan lebih buruk.
Rangkuti menambahkan, Malaysia tak mampu menempatkan para TKI Indonesia sebagai manusia yang sama dengan mereka yang bekerja sebagai profesional. Oleh karena itu yang amat penting bagi negeri Malaysia adalah pendalaman demokrasi di mana penghargaan terhadap HAM, kesamaan derajat, kebebasan dan penegakan hukum merupakan pilarnya.
Tentu saja ini hanya penilaian belaka yang tahu dan memahami bagaimana kebijakan dan pelaksanaan dari HAM sendiri tentu adalah pemerintah Malaysia. Namun sebagai bangsa yang mayorita Muslim sudah barang tentu penghargaan akan hak-hak manusia sangat diperhatikan. Implikasinya pelanggaran HAM semakin sedikit.
3. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan secara sederhana pembahasan di atas maka dapatlah ditarik kesimpulan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha Esa dan merupakan anugerah Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat. Hal ini juga hendaknya menjadi perhatian dari dua Negara serumpun Indonesia dan Malaysia.
Isu mengenai Hak Asasi Manusia merupakan tema-tema kontemporer yang sudah universal memasuki daerah Islam pasca penetrasi apalagi sejak adanya Deklarasi Universal oleh PBB. Di dalam agama Islam sendiri sebenarnya ide dan konsep secara prinsip sudah ada ditambah lagi dari historis sejarah agama Islam yang sangat menjunjung dan menghargai akan Hak Asasi Manusia dan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh umat Islam dalam rangka mengankat harkat dan martabat manusia.
Ketika diadakan analisa dengan studi komperatif antara gagasan Hak Asasi Manusia dalam Islam dan yang diformulasikan oleh negara Barat di satu sisi terdapat perbedaan dan di sisi lain terjadian persamaan walaupun tidak secara substantif. Oleh karenanya bangsa Eropah/Barat tidak boleh merasa bahwa mereka penjunjung tinggi HAM padahal Islam sendiri justru punya kelebihan dan sudah terdapat dalam nash.
Masyarakat Indonesia-Malaysia merupakan masyarakat yang mayoritas berpenduduk Islam, sementara Islam sebagai agama yang universal sangat mengharga hak-hak individu. Semestinya pemerintah dan masyarakat pada kedua bangsa ini berbanding lurus dalam memahami HAM dan ini terlihat akan rendahnya pelanggaran HAM yang dilakukan. Namun kenyataannya pelanggaran HAM sering terjadi pada dua Negara ini. Padahal isu atau tema tentang HAM bisa menjadi perekat hubungan dari dua bangsa ini untuk bersama-sama menjunjung hak asasi manusia. Sehingga seia sekata untuk sama-sama menghargai hak seorang anak manusia. Semoga.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta dan Tantangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999

Bahrum, Hasan, Islam Esensial Kajian Membumikan Sunnah Rasulillah, Jakarta: Pustaka Amani, 1998, Cet. I

Dahlan, Abdul Aziz (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997

Hidayat, Komaruddin, Tragedi Raja Midas, Moralitas Agama dan Krisis Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1998, cet.I

Husaini, Adian, Penyesatan Opini, Sebuah Rekayasa Mengubah Citra, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, cet.I

Hussain, Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Judul Asli, Human Right in Islam, penerjemah, Abdul Rochin, Jakarta: Gema Insani Pers, 1996

Iqbal, The Recontruction of ReligiousThought in Islam, Delhi: 1975

Islamika Jurnal Dialog Pemikiran Islam, Mizan No.4, April-Juni 1994, hal.51

Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, Jakarta: Rabbani Press, 1998, cet. I

Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Qur’an, Ditinjau dari Aspek Bahasan Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, Bandung: Mizan, 1998, cet.IV
Shihab, Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan., 1997, cet.I

Timur, M, Sebuah Dialog Tentang Islam dan Hak Asasi Manusia. Dalam Harun Nasution dan Bakhtiar Efendi (edt), Hak Azasi Manusia dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987

Tamara, M. Nasir (ed), Agama dan Dialog Antar Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1996, cet.I,

Ubaedillah, A., dkk, Pendidikan Kewargaan (Civiv Education), Demokras,Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta:ICCE, 2006

ridwanaz.com/akademik
www.p2kp.or.

Makalah ini telah Ditampilkan pada Seminar Internasional di IAIN Imam Bonjol Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar