Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ini Tempat Anda Berbagi Informasi.
Anda bisa Mengambil Data yang ada selagi Mencamtumkan Tempat Pengambilan.

Selasa, 09 November 2010

Artikel Paradigma

MENGUBAH PARADIGMA PEMBELAJARAN
ANTARA ANDRAGOGI DAN PAEDAGOGI
Oleh: Adlan Sanur Th, M.Ag
(Dosen STAIN Bukittinggi)


Pengalaman Belajar
Secara alamiah orang tak akan pernah berhenti untuk belajar. Banyak hal yang mendorong seseorang untuk selalu belajar, termasuk didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Coba dan salah, emosi menyertai pengalaman, akal merenungkan dan kadang sampai pada kesimpulan adalah merupakan proses belajar seseorang. Memang tidak semua orang mau belajar dari pengalamannya. Hanya orang yang mampu menstrukturkan pengalamannyalah kemudian orang yang bisa belajar dari pengalaman. Apalagi merubah paradigma yang sudah tertanam selama ini. Dengan dalih sudah berpengalaman, senior dan matang dalam proses pembelajaran menambah deretan alasan untuk mau mengadakan perubahan pola pembelajaran.
Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan tujuan seseorang untuk mau belajar yaitu untuk pewarisan atau pelestarian nilai-nilai mapan dan proses pendewasaan untuk menuju manusia otonom relatif serta dalam rangka menuju manusia bebas dari segala paksaan ( dominasi ).Pada awalnya, pengetahuan tentang pendidikan (belajar) banyak diambil dari studi-studi yang dilakukan terhadap anak-anak dan hewan dalam belajar. Dari sini lahirlah istilah “paedagogi” yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani “paid” yang berarti anak-anak, dan “agogos” yang berarti memimpin. Dengan demikian, paedagogi secara khusus diartikan sebagai seni mengajar anak-anak. Namun pada perkembangannya, istilah paedagogi sering diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar/mendidik secara umum.
Sedangkan subyek pendidikan yang dihadapi sekarang adalah orang dewasa yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak dalam belajar. Metode belajar yang diterapkan pada orang dewasa hendaknya membantu mereka untuk belajar. Pendekatan ini kemudian disebut dengan “andragogi” yang berasal dari kata “andra” yang berarti orang dewasa. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan teori pendidikan dari Plato.
Komparatif Andragogi vs Paedagogik
Untuk dapat lebih memperjelas pemahaman mengenai andragogi, dapat dilihat pada perbedaan mendasar antara asumsi yang dibangun dalam andragogi dengan yang dibangun dalam paedagogi yaitu pertama tentang Konsep diri. Konsep diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Namun pada saat ia menjadi dewasa, ia menjadi semakin sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Di samping itu, orang dewasa biasanya telah memiliki rasa tanggung jawab, baik terhadap dirinya mereka sendiri maupun terhadap orang lain. Perubahan konsep diri ini berimplikasi pada hubungan antara pendidik dengan peserta didik. Pada andragogi, hubungan tersebut lebih bersifat saling membantu. Sementara pada paedagogi, hubungan tersebut lebih didominasi (ditentukan) oleh pendidik dan bersifat mengatur peserta didik.
Kedua pengalaman Dari sisi pengalaman, orang dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak-anak. Oleh karena itu, dalam andragogi, pengalaman dinilai sebagai sumber belajar yang cukup kaya. Untuk dapat mendayagunakan pengalaman sebagai bahan belajar maka dalam proses pembelajaran digunakan teknik komunikasi dua arah, seperti: diskusi, permainan, simulasi, dan lain-lain. Sementara dalam paedagogi cenderung pada komunikasi searah, semacam: ceramah, kuliah, indoktrinasi, menguasai bacaan, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari karakter anak-anak yang masih sedikit pengalaman sehingga perlu ‘diisi’ pengalaman baru oleh pendidik dengan cara di atas.
Ketiga arah belajar. Pendidikan sering dipandang sebagai upaya mempersiapkan peserta didik untuk masa depan. Pada andragogi, belajar lebih dipandang sebagai pemecahan masalah daripada pemberian pelajaran. Orientasinya adalah penemuan situasi yang lebih baik ataupun pengembangan terhadap kenyataan saat ini. Jadi, belajar dalam andragogi adalah memecahkan persoalan ‘hari ini’. Sedangkan dalam pada paedagogi, belajar lebih merupakan penyimpulan informasi yang dipelajari sekarang namun digunakan pada suatu hari kelak (bersifat jangka panjang). Itulah sebabnya ketika masih anak-anak, kita tidak pernah tahu untuk apa kita harus belajar matematika, bahasa, sejarah, agama, dan lain-lain. Kita baru merasakan manfaatnya setelah kita dewasa.
Keempat kesiapan untuk belajar. Perbedaan mendasar yang lain adalah dalam proses pemilihan isi/materi pelajaran. Dalam andragogi, peserta didik yang memutuskan apakah yang hendak dipelajari sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, tugas pendidik dalam andragogi adalah sebagai fasilitator, yaitu: mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, serta membentuk program dan kelompok belajar sesuai minat peserta didik. Sedangkan dalam paedagogi, pendidik yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihan isi pelajaran serta waktu kapan diajarkan.
Pilihan antara Andragogy dan Paedagogy
Dari studi komparatif di atas memang terlihat perbedaan mendasar akan metoda belajar antara andragogi dan paedagogi. Dalam Paedagogi, inisiatif, persiapan dan pelaksanaan proses berpusat pada guru. Sedangkan murid terkesan pasif, menerima petunjuk, melaksanakan aturan dan memelihara nilai-nilai dan kebudayaan serta pemikiran suapan. Dalam andragogi, inisiatif mulai dari guru, tetapi persiapan dan pelaksanaan proses berpusat pada kebutuhan murid. Guru ikut serta menjadi warga belajar dan memfasilitasi warga belajar. Murid terkesan aktif, mencari, bahkan mengubah kesadarannya sebagai manusia yang bermartabat dan punya hak menentukan masa depannya. Oleh karena itu metode ini dianggap sebagai metode penyadaran, metode emansipatori (pembebasan).
Dalam perkembangannya, muncul berbagai kritik mengenai andragogi sebagai sebuah teori belajar. Kritikan yang muncul sering bermuara pada keraguan apakah andragogi hanya untuk orang dewasa, ataukah untuk manusia secara umum. Munculnya kritik-kritik tersebut pada akhirnya mengarahkan para pemikir masalah pendidikan untuk tidak mempertentangkan antara andragogi dengan paedagogi. Sebagian ahli mencoba menggolongkannya sebagai teori belajar partisipatif dan teori belajar non-partisipatif. Ada juga yang mencoba mengklasifikasikan masalah tersebut dan pendidikan yang berpusat peserta dan pendidikan yang berpusat pada isi (materi belajar). Ada lagi yang mengklassifikasikannya dengan pembelajaran aktif (active learning) dan pembelajaran pasif (passive learning).
John Derrey dalam buku “ experience and education “ mengatakan bahwa tidak ada titik dalam falsafah pendidikan yang progresif dan yang paling hebat, kecuali partisipasi warga belajar dalam membentuk tujuan, yang kian mengarahkan kegiatan dalam proses belajar. Maka kini sebenarnya teori yang mana yang akan dipakai terserah kepada yang memakai. Setidaknya tulisan ini hanya memberi alternatif dan pencerahan saja bagi mereka yang ingin lebih maju melakukan pembelajaran.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar