Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ini Tempat Anda Berbagi Informasi.
Anda bisa Mengambil Data yang ada selagi Mencamtumkan Tempat Pengambilan.

Senin, 08 November 2010

Artikel Guru

Nabi Muhammad Profil Guru Idola Kita
Oleh: Adlan Sanur Th, M.Ag
(Guru Muallimin Muhammadiyah Sawah Dangka dan Dosen STAIN Bukittinggi)
Guru adalah seorang ’alim yang memegang posisi penting dalam sistem pendidikan, yaitu sebagai central agent yang menentukan rencana dan pelaksanaan keseluruhan skema pendidikan. Prestise seorang murid lebih ditentukan dan diperoleh dari sang guru, bukan dari lembaga mana ia memperoleh pendidikan. Seorang ’alim dalam tradisi Muslim Syi’ah -salah satu sekte teologi dan kaum mayoritas di Iran- bahkan memberikan penekanan yang lebih luas dan vital dari seorang ’alim tersebut. Seorang ’alim menurut syi’ah tidak dapat dipisahkan dari sifat seorang imam yang melekat pada dirinya. Artinya seorang guru juga bisa bertindak seorang imam dalam segala hal baik dalam keluarga, masyarakat dan termasuk imam shalat.
Selain itu juga para guru memiliki kedudukan sosial dan moral yang tinggi dalam komunitas masyarakat. Karena bagaimanapun guru merupakan pemegang otoritas dalam proses belajar mengajar. Secara konvensional, guru paling tidak harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu menguasai materi, antusiasisme dan penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Orang pada saat ini sering mengatakan bahwa guru mesti punya kompetensi dan moral. Misi utama guru adalah enlightening ”mencerdaskan bangsa” dan mempersiapkan anak didik sebagai individu yang bertanggung jawab dan mandiri. Tentu proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofis guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki kemampuan dan keterampilan.
Pada saat ini orang sibuk mencari model, format, proses, profile dan metode pengajaran yang mutakhir dan aktual tanpa pernah mengadakan kajian dan referensi model yang telah pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Memang mesti diakui mencari model guru idola dan guru yang baik merupakan bagian penting dalam pembentukan tradisi intelektual untuk pendidikan tidak hanya bagi guru lain juga siswa termasuk mahasiswa. Pada saat ini orang sibuk membicarakan pemberian award atau penghargaan dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang seni dengan indonesia idol. Untuk guru atau dosen biasanya diberikan penghargaan sebagai dosen teladan atau guru teladan.
Namun siapa sebenarnya sosok modelling yang patut dijadikan role model atau uswatun hasanah? Tak diragukan lagi bahwa modelnya para model dan gurunya para guru adalah Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diketahui dikalangan umat Islam Nabi Muhammad adalah dikenal luas sebagai seorang pendidik selain posisi lain seperti Rasul, Presiden Islam, Hakim, dalam artian luas nabi Muhammad sebagai eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Nabi Muhammad adalah orang yang sangat concern dan peduli terhadap baca tulis –pendidikan dan pengajaran- dalam menjalankan misi dakwah Islam. Sebagai contoh setelah kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar tahun 624 M, beliau meminta beberapa tawanan yang terdidik untuk mengajar menulis anak-anak di Madinah termasuk juga sahabat yang tidak pandai tulis baca. Beliau juga mengangkat beberapa orang sahabat untuk menjadi guru dan mengirim utusan dari para sahabat menyiarkan Islam ke daerah lain. Muadz bin Jabal sebagai contoh salah seorang sahabat nabi yang mendapat tugas ke Yaman untuk menjadi seorang hakim sekaligus tentunya tempat bertanya bagi orang Yaman.
Sejarah pendidikan pada masa Nabi diakui oleh para peneliti tentang sejarah Nabi Muhammad yang tidak hanya muslim namun juga non muslim sebagaimana yang dikutip dari buku Abdurrahman Mas’ud (Menggagas Format Non Dikotomik:2002). Salah satunya adalah Dr. James E.Roster yang mengadakan riset intensif tentang peran Nabi Muhammad sebagai sebagai seorang guru, teladan dan manusia ideal. Pada pengantar hasil penelitiannya ia menyatakan bahwa tidak ada seorangpun dalam sejarah manusia yang lebih banyak dikuti selain nabi umat Islam yaitu Nabi Muhammad SAW. Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya.
Banyak buku sejarah Islam menceritakan bagaimana Muhammad dikenal sebagai guru yang aktual bagi para sahabatnya. Beliau adalah seorang yang imaginari educator. Pendidikan yang dimaksud pada masa rasulullah bukanlah pendidikan formal yang kita bayangkan pada saat ini. Melainkan lebih bersifat jenis pendidikan yang fleksibel, yang berarti segala usaha dalam rangka mengembangkan mental, inteletual, ataupun moral melalui ajaran Muhammad yang bertujuan untuk meraih perbaikan atau peningkatan religius. Nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan tidak hanya ditujukan kepada para sahabat yang hidup semasa dengan beliau tapi sampai akhir zaman nanti termasuk yang kita hidup saat ini.
Nabi Muhammad sering duduk di Masjid Madinah dengan dikelilingi para sahabat yang dikenal orang pada saat ini dengan sistem halaqah. Sistem ini sebahagian madrasah dan pesantren masih mengambil pola ini, termasuk untuk pengajian di masjid atau mushallal. Nabi Muhammad senantiasa mengajar sahabat dan sahabat mengulang tiga kali pelajaran yang beliau sampaikan sehingga mereka mengingatnya. Para sahabat ditunjuk oleh belia sebagai juru tulis al-Qur’an. Pada bulan Ramadhan diadakan cek dan ricek tentang bacaan dan hapalan al-Qur’an para sahabat.
Beliau adalah seorang da’i sekaligus guru, juga fasilitator yang penuh antusias dalam proses pembelajaran. Beliau selalu memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan sangat mempertimbangkan tingkat intelegensi para pendengarnya. Inilah yang sering disampaiakn dalam hadis beliau bahwa kita disuruh berbicara sesuai dengan aqal atau tingkat pemahaman seseorang. Apa yang dikatakan, dilakukan dan diamnya Nabi Muhammad itulah yang kemudian di kenal sebagai sunnah. Model atau metoda pembelajaran juga di ungkap dalam al-Qur’an yang memberikan tuntunan tentang mengajak manusia kepada jalan kebaikan dengan tiga tahapan atau model yaitu hikmah, mau’izah dan berdiskusi atau memberikan argumen yang baik.
Dari segi materi yang diajarkan Nabi Muhammad pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip Islam, baik yang menyangkut hablum minannas maupun hablum minallah. Nabi Muhammad mengajar umatnya agar tidak sombong dan mendorong untuk selalu bermusyawarah. Nabi secara konsisten berdoa agar Allah selalu membimbingnya dan menjadikan ajarannya sebagai ajaran mulia. Kemuliaan akhlak beliau sangat dikenal luas sehingga disegani oleh lawan dan kawan. Berdasarkan cacatan sejarah, beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat dalam berbagai situasi dan kondisi. Sabda beliau sebagaimana dikutip dari buku Imam al-Ghazali Ihya’ Ulumuddin dikatakan bahwa: ” Mereka yang tidak menaruh hormat kepada yang lebih tua dan tidak mencintai generasi yang lebih muda bukanlah termasuk golongan kaum muslim.” Hadis ini menunjukkan betapa bijaksananya belia dalam mendidik murid-muridnya untuk menghargai yang lebih tua.
Nabi Muhammad merupakan inspirasi bagi para muridnya sehingga mereka memiliki ”kepercayaan diri” dan ”harga diri” dalam mengabdi kepada Allah dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran serta mengentaskan kemiskinan. Ini bisa dilihat dengan penghargaan yang diberikan khusus kepada muridnya Ali bin Abi Talib dengan gelar ”gerbang ilmu pengetahuan”. Jadi reward tetap diberikan kepada para sahabat yang dianggap punya kelebihan dari yang lain.
Melongok fenomena perkembangan pendidikan termasuk guru sebagai komponen utama yang berjalan pada saat ini sungguh sangat memprihatinkan.Baik dari segi akhlak maupun model pembelajaran yang dilakukan. Kenyataan yang terjadi justru guru yang mestinya dijadikan contoh justru tidak lagi jadi idola atau contoh yang patut ditiru atau digurui. Sudah selayaknya umat Islam kembali membuka kembali sejarah Nabi Muhammad –sirah nabawiyah- untuk selalu menjadikan top model dan tokoh idola umat selamanya.
Banyak nilai-nilai pendidikan yang bisa diambil dari sejarah dakwah nabi Muhammad. Model-model pembelajaran yang diterapkan Nabi Muhammad dan sahabat sesudahnya mengapa tidak dijadikan referensi dalam proses pembelajaran. Mengutip pernyataan R.B Khatib Pahlawan Kayo (Ketua PWM Sumatera Barat saat ini) sering menyampaikan dengan pernyataan ” Kalau buka kita siapa lagi dan kalau bukan kini kapan lagi”. Jadi kalau bukan kita yang mengidolakan nabi Muhammad siapa lagi dan kalau tidak dimulai dri saat ini mengidolakannya kapan lagi. Di saat orang sudah menjadikan ”idol” lain untuk kehidupannya. Wallahu a’lam.***
Tulisan sudah Pernah di Muat di Harian Singgalang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar