Selamat Datang

Selamat Datang di Blog Ini Tempat Anda Berbagi Informasi.
Anda bisa Mengambil Data yang ada selagi Mencamtumkan Tempat Pengambilan.

Senin, 08 November 2010

Artikel Muhammadiyah

Menyoal Gerakan Modernis Muhammadiyah
Oleh: Adlan Sanur Th, M.Ag
(Dosen Pemikiran Islam STAIN Bukittinggi)
Ada dua istilah yang biasa disandarkan ke organisasi Muhammadiyah yaitu organisasi sebagai gerakan tajdid dan gerakan modernis. Dari segi organisasi, Muhammadiyah juga di sebut dan menyebut diri sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan bergerak dalam bidang dakwah. Hal ini mesti diakui, dari segi sejarah organisasi sosial kemasyarakatan yang muncul dan tumbuh di Indonesia keberadaan Muhammadiyah tidak bisa ditepis. Namun pertanyaan yang selalu dimunculkan baik dari kalangan internal maupun eksternal Muhammadiyah pada kondisi sekarang ini, masihkan cocok Muhammadiyah disebut sebagai gerakan modernis. Modernis yang tentunya dipahami ketika masa itu.
Dilihat dari kacamata sejarah -sebagai sebuah gerakan sosial kemasyarakatan- Muhammadiyah tak bisa disangkal merupakan suatu fenomena modern ketika didirikan pertama kali oleh K.H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912. Ciri kemodernan itu tampak paling sedikit dalam tigal hal pokok sebagaimana dikemukakan oleh M.Amien Rais dalam buku” Intelektualisme Muhammadiyah”. Pertama, bentuk gerakannya yang terorganisasi:, kedua, aktivitas pendidikannya yang mengacu pada model sekolah modern untuk ukuran zamannya; dan ketiga, pendekatan teknologis yang digunakan dalam mengembangkan aktivitas organisasi terutama amal usahanya.
Dari ketiga ciri tersebut memang yang selalu memberi warna tersendiri adalah ciri yang ketiga. Dimana berbagai aktivitas Muhammadiyah pada periode awal, baik yang berkaitan dengan pemikiran keagamaan yang dikembangkan, maupun yang berhubungan dengan berbagai model aktivitas yang diselenggarakan. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa pendekatan teknologis yang digunakan bertumpu pada kecermatan membaca realitas sosial serta ketepatan memperhitungkan tantangan saat itu dan di masa depan. Pengembangan aktivitas organisasi kemudian dirumuskan sebagai jawaban strategis terhadap kondisi saat itu. Bahkan Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan adalah jawaban strategis itu sendiri.
Kendatipun Muhammadiyah lahir sebagai perwujudan dari suatu pergumulan pemikiran yang mendalam, akan tetapi jawaban strategis yang diberikan bukanlah dalam bentuk gerakan pemikiran semata, akan tetapi berupa amal nyata di tengah-tengah masyarakat. Dataran geraknya adalah praksis, tetapi basisnya adalah pemikiran. Dalam konteks ini, pengembangan pemikiran tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan gerakan Muhammadiyah menjadi sangat penting dan strategis.
Tetapi kembali pada persoalan awal di atas, masihkah Muhammadiyah patut dan pantas disebut sebagai gerakan modernis. Di saat yang sama ada organisasi sosial kemasyarakatan lain yang juga dulunya disebut tradisionalis ternyata sudah melampaui kemodernisan dari Muhammadiyah tersebut baik dari segi pemikiran maupun gerakan amalnya. Ataukah Muhammadiyah hanya dulu bisa disebut sebagai gerakan modernis untuk bisa dihadapkan kepada gerakan tradisionalis.
Memang kegalauan akan kemodernisan gerakan Muhammadiyah selalu saja muncul di saat persoalan-persoalan ke Indonesiaan juga muncul untuk dijawab oleh Muhammadiyah. Haedar Nashir -Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah- dikenal sebagai tokoh yang mengawal dan menjaga keutuhan Muhammadiyah, ketika memberikan pengajian dalam rangka memperingati Milad Muhammadiyah yang ke 98 di Pasaman mengatakan bahwa Muhammadiyah memang dihadapkan pada banyak persoalan dan juga tantangan global baik dari segi organisasi maupun gerak amaliyahnya (baca amal usaha). Belum lagi bermunculan aliran/paham/kelompok yang mesti Muhammadiyah tampil untuk bersama-sama memajukan bangsa ini. Ada makna tersirat dari pengajian tersebut, dimana gerak nadi Muhammadiyah yang terus menerus dipertanyakan sebagai gerakan modernis dan terbesar di Indonesia bahkan dunia (Muhammadiyah sudah mempunyai beberapa cabang di luar negeri).
Tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dihadapi oleh Muhammadiyah generasi sekarang adalah jauh berbeda dengan apa yang dihadapi oleh Muhammadiyah generasi awal. Jarak waktu puluhan tahun memang perlu untuk kembali membuat rumusan baru terhadap gerakan Muhammadiyah. Seperti adanya tantangan lain yang dihadapi Muhammadiyah dengan munculnya gelombang besar gerakan spritualisme, pluralisme dan globalisasi. Fenomena ini juga ”memaksa” Muhammadiyah untuk mengkaji ulang pemikiran keislamannya yang lebih bersifat sufistik, pluralistik, dan universalistik. Klaim pemikiran keislaman di Muhammadiyah yang bersifat ad hoc ansich, monistik dan partikular akan berdampak pada semakin menyempitnya kontribusi Muhammadiyah dalam pembangunan umat dan bangsa di masa depan.
Fenomena gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan modernis yang historik empirik dan rutinitas perlu diimbangi dengan landasan pemikiran yang metafisik-filosofik dengan tetap menjadikan teks-teks al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan utama. Sehingga tetap saja gerakan pemikiran sinergis dengan gerakan amal shalihat yang modernis.
Muhammadiyah yang sudah ”terlanjur” disebut sebagai gerakan modernis hendaknya kembali memunculkan wacana baru pemikiran keislaman sekaligus membuat terobosan untuk tetap mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah organisasi yang selalu modernis. Islam yang modernis mesti selalu aktual dan up to date. Kalaupun tidak akan memunculkan ”neo modernisme’ Muhammadiyah akan tetapi mesti ada pembeda dengan organisasi lain. Jangan-jangan yang dikhawatirkan para pengamat tentang Muhammadiyah memang apa adanya. Pola pikir, gerakan organisasi dan pemanfaatan teknologi justru Muhammadiyah memutar jarum sejarah menjadi organisasi tradisionalis.
Setidaknya ciri organisasi modernis terhadap Muhammadiyah yang disebut di awal berdirinya Muhammadiyah baik dari segi gerakan organisasi, pendidikan dan teknologi amal usaha mesti mengalami peningkatan dan kemajuan. Inilah cita-cita awal Muhammadiyah untuk menuju Islam yang berkemajuan. Usia panjang Muhammadiyah dengan selalu eksis di nusantara ini adalah disebabkan oleh kekonsistenan Muhammadiyah untuk selalu melakukan perubahan dan pembaharuan sehingga mendapat prediket organisasi ”modernis” itu. Kemudian bagaimana memahamkan kepada kalangan internal dan eksternal bahwa Muhammadiyah masih tetap saja organisasi modernis di saat segudang permasalahan rumah yang mesti diselesaikan oleh organisasi ini. Semoga.***
Tulisan sudah Pernah di Muat di Harian Singgalang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar